Fitoremediasi, solusi alternatif untuk mengurangi pencemaran tanah secara estetis
Pencemaran tanah secara antropogenik dalam beberapa dekade terakhir telah menjadi masalah serius bagi lingkungan dan kesehatan. Aktivitas industri seperti penambangan dan penyepuhan perhiasan menghasilkan limbah logam berat beracun yang dapat mencemari tanah [1]. Apabila pencemaran tersebut terjadi dekat dengan wilayah pemukiman, maka dampaknya akan sangat besar manakala logam berat tersebut terakumulasi ke manusia melalui proses biomagnifikasi dalam rantai makanan [2]. Tidak menutup kemungkinan di masa yang akan datang, Tragedi Minamata seperti yang terjadi di Jepang akan terulang kembali. Beberapa upaya konvensional untuk mengatasi hal tersebut, misalnya dengan pengangkatan lapisan tanah yang tercemar, dinilai terlalu mahal dan dapat merusak lingkungan. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi alternatif yang berkelanjutan untuk mengurangi pencemaran tanah tersebut [3].
Fitoremediasi, begitulah teknologi ini lazim disebut, hadir untuk menjawab tantangan ini. Fito berasal dari kata Yunani “phyto” yang berarti tumbuhan dan akhiran Latin “remedium” yang berarti dapat menyembuhkan atau mengembalikan ke kondisi aslinya. Sebuah teknologi yang relatif baru, dengan memanfaatkan agen hayati berupa tanaman untuk mengurangi pencemar pada tanah, dinilai dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan ini [4]. Hal tersebut dibuktikan oleh beberapa contoh penerapan fitoremediasi yang dinilai berhasil, misalnya penggunaan bunga matahari (Helianthus annuus L.) untuk mengurangi cesium dan strontium radioaktif pada tanah pasca bencana Chernobyl [5], atau tanaman dari genus Brassica yang dilaporkan efektif dalam meremediasi beberapa jenis logam seperti kemampuannya untuk menyerap 3 kali lipat Cd lebih tinggi dibandingkan jenis tanaman lain pada umumnya, mengurangi 28% Pb dan 48% Se, serta cukup efektif untuk Zn, Hg, dan Cu [6]. Begitupula dengan penelitian lain yang menunjukkan hasil yang menjanjikan seperti rumput India (Sorghastrum nutans L.) di daerah barat-tengah Amerika Serikat yang mampu mengurangi secara efektif pestisida dan herbisida terkenal yaitu atrazine dan metalochlor [7] ataupun Pacar Air (Impatiens balsamina L.) yang dilaporkan dapat mengurangi hingga 48% limbah Ni di tanah [1], limbah organik naphtalene [8], atau limbah elektronik dengan bantuan nanoscale zero valent iron (nZVI) [9]. Dengan banyaknya contoh keberhasilan fitoremediasi tersebut, Rabier dkk. (2007) dalam Adji (2018) menyatakan bahwa fitoremediasi telah diterima di beberapa negara di dunia sebagai solusi alternatif remediasi tanah tercemar [1].
Sekali dayung dua pulau terlampaui. Mungkin inilah ungkapan yang sesuai untuk fitoremediasi. Bagaimana tidak, fitoremediasi menawarkan solusi untuk dua hal sekaligus, yaitu meremediasi tanah tercemar sebagai tujuan utama dan meningkatkan nilai estetika pada lingkungan apabila memanfaatkan tanaman berbunga untuk fitoremediasi. Selain itu, keuntungan lain dari fitoremediasi adalah biaya yang dikeluarkan relatif murah, ramah lingkungan, dan dapat menjangkau area yang lebih luas jika dibandingkan dengan teknologi konvensional. [4]
Gambar 1. Bunga matahari yang estetis digunakan sebagai fitoremediator cesium dan strontium di daerah bencana nuklir Chernobyl [5]
Melalui fitoremediasi, pencemar tanah berupa logam berat akan diimobilisasi, didetoksifikasi, atau diakumulasi pada organ tanaman sehingga pencemar tersebut berkurang atau tidak lagi berbahaya bagi lingkungan. Namun, tidak semua jenis tanaman dapat dimanfaatkan sebagai agen fitoremediasi. Setidaknya ada beberapa karakteristik unggul dalam memilih tanaman sebagai agen fitoremediasi, diantaranya mudah tumbuh dan memiliki biomassa yang cukup besar dalam waktu singkat sehingga dapat mengakumulasi pencemar dalam jumlah besar, memiliki sistem perakaran yang cukup panjang sehingga dapat menjangkau pencemar di tanah, merupakan tanaman lokal yang teradaptasi pada kondisi iklim dan tanah sekitar wilayah tercemar sehingga tidak memerlukan perawatan berlebih, serta tumbuh secara annual sehingga dapat dipanen secara periodik jika dibandingkan dengan tanaman perennial. Dalam penerapannya, fitoremediasi tidak hanya tentang memilih tanaman, kemudian menanamnya begitu saja dan berharap pencemar akan hilang dengan sendirinya. Dibutuhkan pemahaman yang komprehensif mengenai lokasi yang tercemar, jenis pencemar yang terdapat di daerah tersebut, serta tanaman yang sesuai sehingga tujuan fitoremediasi dapat tercapai. [4]
Gambar 2. Genus Brassica mampu meremediasi beberapa jenis logam dan menawarkan pemandangan yang menarik [6]
Ada kelebihan pasti ada kekurangan. Beberapa hal yang membatasi fitoremediasi sebagai solusi final adalah waktu yang dibutuhkan untuk proses remediasi relatif panjang, dalam rentang tahunan, serta hanya aplikatif pada tanah permukaan mengingat keterbatasan panjang akar dalam menjangkau pencemar tersebut. Riset panjang masih dibutuhkan untuk menerapkan teknologi ini secara efektif dan efisien. Walaupun demikian, hadirnya teknologi fitoremediasi ini dapat menjadi angin segar sebagai solusi alternatif untuk mengatasi pencemaran tanah di lokasi-lokasi tertentu secara estetis. [4]
Kontributor : Basith Kuncoro Adji
Referensi
[1] Adji, B. K. 2018. Potensi Impatiens balsamina L. sebagai agen fitoremediasi tanah tercemar limbah industri perak Kotagede: laju penyerapan, laju eliminasi, dan bioakumulasi subselular. Skripsi. Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada.
[2] Jadia, C. and M. Fulekar. 2009. Phytoremediation of heavy metals: recent techniques. African Journal of Biotechnology 8(6):921-928.
[3] Vassilev, A., J. Schwitzguebel, T. Thewys, D. van der Lelie, and J. Vangronsveld. 2004. The use of plants for remediation of metal contaminated soils. The Scientific World Journal 4: 9-34.
[4] Laghlimi, M., B. Baghdad, H. El Hadi, and A. Bouabdli. 2015. Phytoremediation mechanism of heavy metal contaminated soils: a review. Open Journal of Ecology 5: 375-388.
[5] Gambar Anonim dari Google. Sumber berita: https://nature.berkeley.edu/blackmanlab/Blackman_Lab/Lab_News/Entries/2013/2/18_Bloom_of_the_Week_-_Phytoremediation_with_Sunflower.html [Terakhir diakses 9 Juli 2018 jam 13.38 WIB]
[6] Szczygłowska, M., Piekarska, A., Konieczka, P., and J. Namieśnik. 2011. Use of Brassica Plants in the Phytoremediation and Biofumigation Processes. Int J Mol Sci. 2011; 12(11): 7760–7771. | Gambar Anonim dari Google.
[7] Hendersona, K., Beldenb, J., Zhaoc, S., and J. Coatsa. 2006. Phytoremediation of Pesticide Wastes in Soil. Z. Naturforsch. 61c: 213-221.
[8] Nawahwi, M., K. Aziz, S. Mohamed, S. Shariff, N. Hasan, A. Rahman, H. Malek, M. Rahim, M. Taib, and M. Abdullah. 2014. Phytoremediation potential of Impatiens balsamina towards naphtalene contaminated soil in different parts of plant. American-Eurasian J. Agric. & Environ. Sci. 14(7): 610-614.
[9] Gao, Y. and Q. Zhou. 2013. Application of nanoscale zero valent iron combined with Impatiens balsamina to remediation of e-waste contaminated soils. Advanced Materials Research 790: 73-76.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!