Ekosistem Padang Lamun

Karakteristik Padang Lamun

Dasar laut dangkal banyak ditutupi oleh tumbuhan akuatik yang sering disebut seagrassess (lamun). Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang dapat hidup di laut (Hemminga and Duarte, 2000). Padang lamun ini membentuk karpet yang tebal hingga mencapai 4000 helai daun per meter persegi menutupi dasar laut dan membentuk komunitas yang sangat mencolok di laut dangkal baik di tropika maupun temperate. Ekosistem padang lamun memiliki peran sangat penting baik secara ekologi maupun biologi di kawasan pesisir dan estuari. Tumbuhan ini berperan sebagai produsen dan menyediakan makanan bagi penyu, dugong, invertebrata herbivora, dan ikan herbivora. Daun-daun lamun yang mati akan terendapkan di dasar laut dan didekomosisi oleh detritifor (Nyibakken, 1993).

Lamun merupakan tumbuhan berbunga yang berkerabat dengan tumbuhan lili dan rimpang-rimpangan darat dari pada rumput sejati. Lamun tumbuh pada sedimen lantai zona intertidal laut dengan pertubuhan tegak, daun memanjang, dan memilikistruktur mirip akar (rimpang) yang terkubur dalam sedimen (McKenzie et al., 2003)

 

Struktur penting yang dimiliki lamun yaitu rimpang, daun, akar, bunga, dan buah (Gambar 2.1). Rimpang lamun tersebut sangat panjang dan setiap interval tertentu akan membentuk rimpang vertikal yang nantinya tumbuh daun dari basal area. Percabangan hasil dari rimpang horizontal ini akan membentuk tutupan lamun yang luas yang biasa disebut padang lamun (Hogarth, 2015).

Selain itu, rimpang berperan dalam perpanjangan lamun, menghubungkan satu tegakan dengan tegakan lainnya, dan menjaga integrasi dalam kumpulan lamun tersebut. Sebagian besar lamun memiliki struktur daun pita yang panjangdan sempit (ciri tumbuhan monokotil).Namun, ada beberapa Genus yang memiliki daun berbentuk bulat (Halophila) dan silindris (Syringodium). Luas dan ketebalan daun tiap spesies dapat bervariasi tergantung fungsi fisiologisnya. Akar lamun memiliki strukur mirip tumbuhan monokotil dan tumbuh dari rimpang apex kecuali pada akar primordial dari biji yang berkecambah. Bentuk, ukuran, dan panjang akar lamun sangat bervariasi. Lamun bereproduksi dengan membentuk buah yang nanti pecah mengeluarkan biji (Hemminga and Duarte, 2000).

 

Keanekaragaman dan Distribusi lamun

Spesies lamun di bumi hanya ada sekitar 60 spesies yang dibagi dalam lima famili dan 12 genus (Kuo and Den Hartog, 2001). Famili yang termasuk lamun dimasukkan kedalam Divisi Agnoliophyta (Angiosperms), Kelas Liliopsida (Monocotyledons), Subkelas Helobiae (Alismatidae), Ordo Hydrocharitales (Hydrocharitaceae) dan Potamogetonales. Lima famili yang termasuk kedalam lamun yaitu Zosteraceae, Posidoniaceae, Cymodoceaceae, Hydrocharitaceae, dan Ruppiaceae (Hogarth, 2015).

Spesies lamun yang ditemukan di Indo-Pasifik yaitu Cymodocea angustata, Cymodocea rotundata, Enhalus acoroides, Halodule pinifolia, Halodule uninervis, Halophila beccarii, Halophila capricornii, Halophila decipiens, Halophila hawaiiana, Halophila ovalis, Halophila ovata, Halophila spinulosa, Halophila stipulacea, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii, dan Thalassodendron ciliatum(Kirkman and Walker, 1989).

Kebanyakan padang lamun bersifat monospesifik terutama di daerah yang beriklim sedang, tetapi hal ini tetap berlaku meskipun di daerah tropis dan subtropis dengan keanekaragaman multispesifik. Meskipun kekayaan jenis di padang lamun tinggi, jumlah spesies tertentu dapat sangat signifikan, keanekaragaman spesies dan rata-rata kotribusinya pada komunitas lamun biasanya rendah, bahkan di padang lamun tropis, distribusi biomassanya miring. Lamun lebih bervariasi dibandingkan tanaman daratan dan makrophyta (Hemminga and Duarte, 2000).

Ekosistem Padang Lamun

Padang lamun memiliki struktur rhizoma yang sangat luas dan kuat sehingga mampu menjaga stabilitas sedimen dasar laut dan mencegah abrasi akibat arus dan gelombang laut.Selain itu lamun memiliki kemampuan filtrasi yang bagus dan secara efisien dapat menjaga ekosistem terumbu karang dari masuknya sedimen kearah laut.Padang lamun yang luas membentuk habitat bagi banyak organisme laut dan saling berinteraksi membentuk ekosistem padang lamun seperti gambar berikut ini (Göltenboth et al., 2012).

Fauna yang hidup di padang lamun menunjukkan heterogenitas yang sangat tinggi dan dari berbagai taksa serta karakter ekologi yang berbeda-beda. Komponen fauna tersebut terdiri dari 1) infauna spesies, fauna yang hidup di dalam substrat seperti nematoda dan sebagian Molluska, 2) epifauna spesies, fauna yang hidup pada batang maupun daun, baik yang hidup sessile maupun motiledanfauna yang hidup di atas substrat seperti kelompok Echinodermata dan sebagian besar Molluska, 3) epibentik spesies, fauna yang lebih besar dan hidup bebas di padang lamun baik di atas kanopi maupun dibawa kanopi seperti ikan, dugong, dan penyu (Hemminga and Duarte, 2000).

Komunitas padang lamun ini memiliki produktifitas primer dan sekunder yang sangat tinggi sehingga dapat mendukung kemelimpahan dan diversitas ikan dan invertebrata. Padang lamun menjadi tempat pemijahan bagi ikan maupun invertebrata laut dan melindungi anakannya dari predator.Struktur rhizoma, akar, dan daun yang membentuk kanopi di bawah air sering menjadi tempat bersembunyi untuk berlindung dari predator dan menyediakan substrat untuk menempel bagi organisme lain (Gillanders, 2006).

Pengaruh paling besar terhadap kemelimpahan dan diversitas ekosistem lamun adalah akibat manusia.Padang lamun dipengaruhi oleh aktivitas kegiatan pertambangan, aktivitas pengerukan pasir, dan pengendapan dekat pantai akibat penimbunan lumpur dan racun.Pengaruh penggunaan pestisida pada kolam ikan dan tambak udang dapat menyebabkan eutrofikasi yang berdampak buruk bagi ekosistem lamun disekitar tambak.Peningkatan muatan sedimen ke laut dapat meningkatkan jumlah nutrien.Hal ini memacu pertumbuhan alga epifitik yang dapat menghalangi lamun memperolehsinar matahari sehingga dapat mengalami kematian.Selain itu tingginya tingkat penggunaan dinamit untuk menangkap ikan seperti di wilayah Indonesia dapat merusak padang lamun dan menurunkan biodiversitas lamun dan fauna asosiasi (Göltenboth et al., 2012).

 

Sumber :

Gillanders, B. M . 2006. Chapter 21 Seagrasses, Fish, and Fisheries. In:Larkum, A.W.D., R. J. Orth, and C. M. Duarte. Seagrasses: Biology, Ecology and Conservation. Netherlands, Springers. pp. 503-506

Göltenboth, F., K. H. Timotius, P. Po Milan, dan J. Margraf. 2012. Ekologi Asia Tenggara: Kepulauan Indonesia. Jakarta, Salemba Teknika. pp. 31-46

Hemminga, M. A. and C. M. Duarte. 2000. Seagrass Ecology. Cambridge, Cambridge University Press. pp. 1-11, 28-41, 199-200

Hogarth, P. J. 2015. The Biology of Mangroves and Seagrasses Third Edition. Oxford, Oxford University Press. pp. 44-46.

Kirkman, H. and Walker, D.I. 1989. Regional studies-Western Australian seagrasses. In:A.W.D Larkum, A J .McComb & S.A. Shepherd.Biology of Seagrasses. Amsterdam, Elsevier.pp. 157- 181

Kuo, J. and C. den Hartog.2001. Seagrass Taxonomy and Identification Key.in: Short, F.T., R.G. Coles and C.A. Short (Eds). Global Seagrass Research Method.Netherlands,Elsevier Science B.V. Amsterdam.pp. 31-58.

McKenzie, L.J., S.J. Campbell and C.A. Roder. 2003. Seagrass Watch: Manual for Mapping & Monitoring Seagrass Resources by Community (Citizen) Volunteers. Townsville, Northern Fisheries Center, Department of Primary Industries Cairns.pp: 1-14, 34, 75-80.

Nybakken, J. 1993. Marine Biology Third Edition. New York, Harper Collins College Publisher. pp. 196-203.

Kontributor : Citra Septiani

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.